Permasalahan utama dalam upaya membangun kemandirian berpikir pendidik di antaranya, budaya berpikir, budaya komunitas, orientasi pendidikan, orientasi belajar, berpikir ekslusif. Hal tersebut diungkapkan guru besar pendidikan matematika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Didi Suryadi, dalam seminar pendidikan yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika (Himatika) UIN SGD Bandung di Auditorium UIN SGD Bandung, Sabtu (20/2/2016).
Dalam menghadapi permasalahan tersebut, Direktur Sekolah Pascasarjana itu mengemukakan perlu adanya gagasan mengenai proses berpikir pendidik (guru) yang dikenal sebagai Didactical Design Reseach (DDR). Sedikitnya ada lima alasan DDR perlu dikembangkan menurutnya, pertama tradisi penelitian pendidikan yang lebih berorientasi pada pengkajian model atau pendekatan pembelajaran cenderung kurang melihat karakteristik desain bahan ajar serta dampaknya terhadap proses dan perkembangan berpikir anak.
Kedua, perlunya pergeseran orientasi pengembangan bahan ajar dari upaya pencapaian tujuan menjadi upaya optimalisasi potensi anak sesuai kemampuan dan pengalaman belajarnya. Ketiga, perlu adanya pergeseran orientasi belajar dari hanya menerima produk pengetahuan menjadi proses dinamis berkelanjutan yang mampu memberikan pengalaman berpikir reflektif dalam memaknai, mengkonstruksi, serta menggunakan pengetahuan dalam berbagai konteks sesuai kebutuhan anak.
Ketiga, perlunya pergeseran profesionalitas pendidik dari cenderung sebagai pengguna menjadi pengembang ilmu pengetahuan. Kelima, perlu adanya pergeseran orientasi pengembangan profesionalistas dari yang cenderungan pasif terisolasi menjadi aktik kolaboratif. “Kita harus mengembangkan sesuatu yang berbeda dan jangan takut salah. Jangan mau diwarisi tetapi harus mewariskan,” ujarnya.
Menurutnya, pendidikan matematika tidak diorientasikan pada penguasaan konsep matematika saja, melainkan lebih pada proses dan berpikir matematis serta pemanfaatannya dalam kehidupan termasuk dalam teknologi, sosial dan budaya.
Sehingga bagi dia, tujuan pendidikan matematika pada dasarnya berkaitan dengan mempersiapkan generasi muda agar memiliki pengalaman aktivitas matematif secara aktif, melakukan proses matematis, berpikir matematis dan kreatif, memformulasikan dan memecahkan masalah matematika atau terapan, serta mengembangkan kemampuan analisis ktritis penggunaan matematika dalam konteks di luar matematika.
Ia menambahkan bahwa dalam belajar, termasuk belajar matematika, tidak hanya berakhir pada penguasaan materi saja. Melainkan terus berkembang menjadi kompetensi, membentuk sistem keyakinan, memunculkan identitas diri serta menjadikan individu memilih misi tertentu dalam kehidupan.
Dalam pemaparannya ia juga mengatakan seorang guru harus menjadi pengembang ilmu pengetahuan. Menurutnya, tidak ada pembelajaran yang dikembangkan oleh guru yang bersifat sempurna. Karenanya seorang guru dapat mensiasatinya dengan membaca sumber-sumber hasil penelitian yang relevan, dan melakukan diskusi dengan komunitas guru.
Selain itu, jika terdapat kekurangan atau masalah pembelajaran, seorang guru dapat melakukan penelitian guna meningkatkan kualitas serta menghasilkan inovasi yang berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, bagi Didi, seorang guru adalah sebuah profesi. Artinya seorang guru adalah komunitas pendidik yang ilmunya berkembang dinamis, maka guru dapat dikatakan sebagai peneliti.
“Karena guru seorang peneliti, maka keliru jika penelitian guru hanya dilakukan saat mau mengajukan kenaikan pangkat atau golongan,” katanya.
Pada bulan depan, dirinya akan mengadakan konferensi bersama 200 guru SD di Kota Bandung dalam rangka mengenalkan model pembelajaran bernama Didactical Design Research (DDR).(Reporter/Ibnu Fauzi)
Dalam menghadapi permasalahan tersebut, Direktur Sekolah Pascasarjana itu mengemukakan perlu adanya gagasan mengenai proses berpikir pendidik (guru) yang dikenal sebagai Didactical Design Reseach (DDR). Sedikitnya ada lima alasan DDR perlu dikembangkan menurutnya, pertama tradisi penelitian pendidikan yang lebih berorientasi pada pengkajian model atau pendekatan pembelajaran cenderung kurang melihat karakteristik desain bahan ajar serta dampaknya terhadap proses dan perkembangan berpikir anak.
Kedua, perlunya pergeseran orientasi pengembangan bahan ajar dari upaya pencapaian tujuan menjadi upaya optimalisasi potensi anak sesuai kemampuan dan pengalaman belajarnya. Ketiga, perlu adanya pergeseran orientasi belajar dari hanya menerima produk pengetahuan menjadi proses dinamis berkelanjutan yang mampu memberikan pengalaman berpikir reflektif dalam memaknai, mengkonstruksi, serta menggunakan pengetahuan dalam berbagai konteks sesuai kebutuhan anak.
Ketiga, perlunya pergeseran profesionalitas pendidik dari cenderung sebagai pengguna menjadi pengembang ilmu pengetahuan. Kelima, perlu adanya pergeseran orientasi pengembangan profesionalistas dari yang cenderungan pasif terisolasi menjadi aktik kolaboratif. “Kita harus mengembangkan sesuatu yang berbeda dan jangan takut salah. Jangan mau diwarisi tetapi harus mewariskan,” ujarnya.
Menurutnya, pendidikan matematika tidak diorientasikan pada penguasaan konsep matematika saja, melainkan lebih pada proses dan berpikir matematis serta pemanfaatannya dalam kehidupan termasuk dalam teknologi, sosial dan budaya.
Sehingga bagi dia, tujuan pendidikan matematika pada dasarnya berkaitan dengan mempersiapkan generasi muda agar memiliki pengalaman aktivitas matematif secara aktif, melakukan proses matematis, berpikir matematis dan kreatif, memformulasikan dan memecahkan masalah matematika atau terapan, serta mengembangkan kemampuan analisis ktritis penggunaan matematika dalam konteks di luar matematika.
Ia menambahkan bahwa dalam belajar, termasuk belajar matematika, tidak hanya berakhir pada penguasaan materi saja. Melainkan terus berkembang menjadi kompetensi, membentuk sistem keyakinan, memunculkan identitas diri serta menjadikan individu memilih misi tertentu dalam kehidupan.
Dalam pemaparannya ia juga mengatakan seorang guru harus menjadi pengembang ilmu pengetahuan. Menurutnya, tidak ada pembelajaran yang dikembangkan oleh guru yang bersifat sempurna. Karenanya seorang guru dapat mensiasatinya dengan membaca sumber-sumber hasil penelitian yang relevan, dan melakukan diskusi dengan komunitas guru.
Selain itu, jika terdapat kekurangan atau masalah pembelajaran, seorang guru dapat melakukan penelitian guna meningkatkan kualitas serta menghasilkan inovasi yang berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, bagi Didi, seorang guru adalah sebuah profesi. Artinya seorang guru adalah komunitas pendidik yang ilmunya berkembang dinamis, maka guru dapat dikatakan sebagai peneliti.
“Karena guru seorang peneliti, maka keliru jika penelitian guru hanya dilakukan saat mau mengajukan kenaikan pangkat atau golongan,” katanya.
Pada bulan depan, dirinya akan mengadakan konferensi bersama 200 guru SD di Kota Bandung dalam rangka mengenalkan model pembelajaran bernama Didactical Design Research (DDR).(Reporter/Ibnu Fauzi)
Labels:
Berita
Thanks for reading Kenalkan Didactical Design Research (DDR) Pada Calon Guru. Please share...!
0 Comment for "Kenalkan Didactical Design Research (DDR) Pada Calon Guru"