Budaya di Kabupaten Indramayu yang pertama nadran. Nadran merupakan upacara adat bagi para nelayan di Kabupaten Indramayu, inti dari upacara ini adalah mensyukuri hasil tangkapan nelayan. Upacara nadran hanya digelar satu tahun sekali pada bulan Oktober. Pelaksanaan upacara nadran juga digelar di beberapa pantai, di antaranya Eretan, Dadap, Karangsong, Limbangan, dan Glayem.
Sumber foto: www.iingrohimin.blogspot.co.id |
Kedua, ngarot. Ngarot merupakan upacara rasa syukur kepada sang Pencipta atas hasil panen, dengan harapan agar hasil panen selanjutnya menjadi lebih baik. Budaya ngarot hanya ada di Kecamatan Lela Kabupaten Indramayu. Menariknya, penyelengaraan ngarot ini melibatkan remaja-remaja putra dan putri, di mana remaja putra mengunakan baju dan celana berwarna hitang ditambah dengan ikat kepala. Sedangkan remaja putri, memakai kebaya dan kepala dihiasi bunga berwarna-warni.
Konon katanya, bunga yang dipasang di kepala remaja putri menunjukan keperawanannya. Jika bunga layu menandakan remaja itu tidak suci lagi. Sebaliknya, jika bunga masih mekar menandakan remaja itu masih suci, Wallahu a’lam. Tidak aneh jika dalam ngarot ini banyak wisatawan baik dari luar kota maupun mancanegara, yang sengaja untuk melihat dan meramaikan tradisi tahunan itu.
Konon katanya, bunga yang dipasang di kepala remaja putri menunjukan keperawanannya. Jika bunga layu menandakan remaja itu tidak suci lagi. Sebaliknya, jika bunga masih mekar menandakan remaja itu masih suci, Wallahu a’lam. Tidak aneh jika dalam ngarot ini banyak wisatawan baik dari luar kota maupun mancanegara, yang sengaja untuk melihat dan meramaikan tradisi tahunan itu.
Sumber foto: www.beritasatu.com |
Ketiga, ngunjung. Ngunjung merupakan upacara syukuran dengan mendatangi makam para leluhur, dan makam yang dianggap keramat. Tujuan ngunjung ini adalah untuk mendoakan para pendahulu dan melestarikan tradisi dengan membawa sesajen. Selain mendoakan, dalam upacara ngunjung kerap menampilkan beberapa kesenian Indramayu seperti pertunjukan wayang di sekitar makam tersebut.
Sumber foto:www.antarafoto.com |
Keempat, mapag sri. Menurut bahasa Jawa, mapag berarti menyambut, sri berarti padi. Mapag sri merupakan upacara menyambut panen padi, di mana tradisi mapag sri dikenal sebagai wujud rasa syukur terhadap hasil panen yang didapat. Biasanya, untuk meramaikan tradisi tersebut digelar pertujukan wayang kulit sehari semalam di balai desa setempat. Menarik bukan?
Sumber foto: www.bandungnewsphoto.com |
Kelima, sedekah bumi. Sedekah bumi merupakan upacara adat yang tujuannya untuk mensyukuri hasil bumi, seperti hasil bertani, berternak, dan berdagang. Sedekah bumi biasanya digelar di tempat-tempat terbuka, seperti balai desa, masjid dan lapangan. Inti tradisi ini adalah saling membawa makanan untuk dimakan bersama-sama. Sedekah bumi juga dapat dijadikan sebagai sarana silaturahmi antar masyarakat Indramayu.
Sumber foto: www.anjatan.desa.id |
Sebenarnya masih banyak kebudayaan Indramayu yang penulis ketahui, namun hanya budaya atau tradisi di atas yang kini masih dilestarikan oleh masyarakat. Berbicara budaya Indramayu tentu tidak lepas dengan kesenian-kesenian yang turut meramaikan kebudayaan itu sendiri. Kesenian di Indramayu meliputi, tari topeng, tari randu kentir, wayang kulit, sintren, tarling, sandiwara, berokan, dan singa depok.
Budaya saat ini, menurut penulis bukan hanya tradisi yang turun-temurun dari para leluhur. Perilaku negatif pun dapat dikatakan sebagai budaya, misalnya Indramayu dikenal oleh masyarakat luar dengan tunasusila-nya (pelacur-Red). Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat, khususnya pemerintah Indramayu.
Terkait hal demikian, penulis menilai belum optimalnya peran dinas-dinas terkait dalam menyikapi hal itu. Bukan hanya tunasusila, berbagai persoalan lain pun perlu dibenahi. Maka dari itu, penulis berharap di hari jadi Kabupaten Indramayu ke-489 pada 7 Oktober 2016 lalu dapat dijadikan momentum evaluasi kekurangan-kekurangan yang ada.
Menjadikan kota Indramayu sebagai Kota Budaya bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan peran serta masyarakat dan pemerintah Indramayu guna menjadikan Indramayu sebagai daya tarik tujuan wisata, baik di Jawa Barat maupun di Indonesia.
Budaya saat ini, menurut penulis bukan hanya tradisi yang turun-temurun dari para leluhur. Perilaku negatif pun dapat dikatakan sebagai budaya, misalnya Indramayu dikenal oleh masyarakat luar dengan tunasusila-nya (pelacur-Red). Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat, khususnya pemerintah Indramayu.
Terkait hal demikian, penulis menilai belum optimalnya peran dinas-dinas terkait dalam menyikapi hal itu. Bukan hanya tunasusila, berbagai persoalan lain pun perlu dibenahi. Maka dari itu, penulis berharap di hari jadi Kabupaten Indramayu ke-489 pada 7 Oktober 2016 lalu dapat dijadikan momentum evaluasi kekurangan-kekurangan yang ada.
Menjadikan kota Indramayu sebagai Kota Budaya bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan peran serta masyarakat dan pemerintah Indramayu guna menjadikan Indramayu sebagai daya tarik tujuan wisata, baik di Jawa Barat maupun di Indonesia.
Labels:
Opini
Thanks for reading Berbudaya di Kota Tercinta. Please share...!
1 Comment for "Berbudaya di Kota Tercinta"
Wah Indramayu kaya akan budaya ya. Kapan-kapan saya ingin berkunjung ke sana.